Cara Mengatasi Anak Autis Saat Tantrum

Kadang anak autis berperilaku secara agresif dan hiperaktif, dengan cara menangis,mengamuk dan perilaku tidak wajar lainnya yang terkadang bisa menyakiti dirinya sendiri.Bagi orang tua dan  terapis yang telah mengetahui metode untuk mengatasi anak autis yang sering berperilaku tidak wajar,mereka akan lebih tenang dalam menghadapinya.Perilaku tidak wajar anak autis pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu Stimulasi Diri,Mild Distrubtive Behaviour (MDB) ,dan Tantrum. Stimulasi Diri timbul bila anak diberi terlalu banyak kesempatan atau terlalu banyak waktu lowong, dimana anak berada sendiri dan tidak berada dalam keadaan interaktif dengan orang lain (terapis). MDB timbul bila anak mencoba atau menawar instruksi yang diberikan terapis. MDB juga timbul akibat instruksi dan imbalan yang tidak efektif. Apabila MDB tidak dihilangkan dan berlangsung terus pada anak, akhirnya anak menjadi tantrum atau mengamuk. Dengan memanfaatkan kaidah A®B®C, maka dengan menghilangkan A atau Antecedent (penyebab),maka kita dapat mencegah terjadinya B atau Behaviour (perilaku tak wajar). Oleh karena itu apabila mampu kita coba mencari apa yang menjadi Antecedent dari MDB atau Tantrum tersebut.Sedangkan untuk kategori Stimulasi Diri sudah jelas disebabkan karena anak dibiarkan sendirian terlalu lama.

Berikut ini adalah beberapa cara untuk mengatasi perilaku tantrum yang sudah terjadi :

1)      PROSES TERAPI TETAP DILANJUTKAN

Apabila perilaku buruk hanya muncul yang ringan-ringan saja lanjutkan proses terapi tanpa menghiraukan perilaku anak, tapi perbaikilah metodenya apabila memang ada kesalahan.Bila anak tidak responsif, lakukan prompt dan berilah imbalan.Salah satu penyebab dari timbulnya perilaku buruk adalah kurang efektifnya imbalan yang diberikan,mungkin karena anak sudah bosan atau karena imbalan tidak diberikan dengan tepat.Imbalan yang tidak tepat dapat disebabkan karena imbalan yang tidak konsisten atau ekspresi terapis kurang “tulus dan lepas” (hanya sekedar formalitas).

2)      METODE EXTINCTION (dengan kemungkinan terjadi “extinction burst”)

Apabila kita tidak ingin memberikan imbalan karena anak melakukan suatu perilaku yang tidak kita inginkan(perilaku autisma), cara terbaik adalah dicueki atau ignoring.Terapis melihat ke arah lain (jangan sekali-kali menatap anak) dan kalau perlu sambil memutar badan 90°.Tunggu sekitar 6 menit. Apabila perilaku anak terhenti segera berikan imbalan dan lanjutkan dengan instruksi materi yang sudah dikuasai anak (mudah). Apabila anak tetap melakukan perilaku autisnya,kita lanjutkan terapi tanpa memperdulikan perilakunya (bila perilakunya bukan tantrum). Perlu diperhatikan bahwa cara di atas yang disebut ‘extinction’ pada beberapa anak autisma mungkin dapat menimbulkan ‘extinction burst’ yaitu perilaku tidak berhenti malahan semakin hebat. Disini dibutuhkan suatu ketabahan dan ketahanan dari terapis.Dengan sendirinya antisipasi dan pengamanan diri harus dilakukan. Aturlah posisi sehingga anak tidak dapat menjangkau terapis atau tahan tangan anak dan lakukan ‘correction NO’ (yaitu katakan “TIDAK”) dengan suara tegas dan volume cukup keras (tapi jangan membentak atau menjerit). Extinction burst ini makin hari akan semakin berkurang (untuk meyakinkan diri lakukan pencatatan setiap hari) dan akhirnya berhenti.

Dengan tindakan kekerasan/hukuman, perilaku autism tersebut tidak hilang,tetapi akan mencari sasaran orang/anak lainnya.Hanya dengan cara extinction,perilaku tersebut akan benar-benar hilang.

3)      METODE “TIME OUT”

Persiapan :

1.   Timer yang kecil

2.   Kursi kecil untuk anak

3.   Ruangan yang bebas Distraksi (tidak ada TV,mainan,tempat tidur) dan tidak gelap atau menakutkan.

Prasyarat Terapis :

a.    Ditentukan jenis perilaku yang mana,secara spesifik, yang akan di ‘time out’

b.   Karena time-out juga adalah proses belajar bagi anak,maka harus ditentukan 1-2 jenis perilaku ‘aneh’ saja yang harus di time-out.

Persiapan Anak :

a.    Anak harus diberi penjelasan tentang peraturan ‘time out’ sampai paham,bila perlu di demonstrasikan.Bila dilanggar anak harus mengulang lagi, dan bila anak tidak mentaati peraturan, anak dapat ditahan (di prompt) duduk tenang di kursi.

b.   Anak harus diberi tahu perilaku (spesifik) apa yang akan di time-out dan perilaku target apa yang harus dilakukanya, misalnya duiduk tenang sampai timer berbunyi.

Langkah-Langkahnya :

1.   Bila melakukan perilaku yang aneh,anak segera diinstrusikan dengan suara tenang tapi tegas untuk duduk di kursi time-out, dan bila perlu (anak menolak) anak tersebut di prompt secara tegas.

2.   Bila anak telah duduk di kursinya,atur timer selama satu menit untuk setiap tahun umur anak, dengan maksimal selama 5 (lima) menit.

3.   Bila anak bangun sebelum timer berbunyi maka, maka ia didudukkan kembali dan timer diatur ulang.Bila anak tidak bisa duduk tenang di kursinya, maka anak boleh diprompt dan timer diatur ulang.

4.   Bila anak berulang kali gagal duduk tenang, maka ia harus diprompt dan ditahan duduk di kursi time-out , dan hindari marah-bicara-kontak mata.

5.   Bila waktu time-out selesai, maka anak boleh berdiri dan anak segera ditanya mengapa dia harus duduk tenang (time-out), kemarahan dan menggoda harus dihindari.Jika anak tidak dapat menjelaskan atau menjawab dengan benar, maka dia harus diingatkan kembali untuk apa time-out itu.

6.   Dalam waktu yang tepat berilah imbalan untuk perilaku anak yang baik/taat.

7.    Sebaiknya time-out tidak dilakukan di tempat yang sama dengan tempat dimana anak melakukan perilaku yang aneh/buruk.

Metode ini lebih disarankan untuk anak autisma yang telah mampu berkomunikasi, sehingga penjelasan aturan dan maksud tindakan ini dapat dimengerti anak.

4)      HUGGING

Ini adalah tindakan terakhir yang dapat dilakukan apabila anak autisma berada dalam keadaan ‘tantrum’ yaitu agresif pada orang lain atau self-abuse atau menyakiti diri sendiri.Dalam keadaan perilaku yang parah ini lakukan pelukan dengan cara berikut :

·         Duduklah di lantai dengan bersandar ke tembok

·         Letakkan anak di antara kedua paha terapis, hadapkan kepala anak ke depan (jangan menghadap ke terapis, supaya tidak digigit). Waspada terhadap benturan kepala anak pada dagu terapis.

·         Silangkan kedua lengan melalui bahu anak dan pegang kedua tangan anak secara menyilang.Kepala anak berada di antara kedua lengan terapis.

·         Tahan kedua kaki anak dengan kaki terapis.

·         Berikan pelukan yang menentramkan (jangan emosional dan gugup) dan tetap erat tanpa menyakitkan anak.

·         Suarakan kata-kata lembut dan menenangkan.

·         Rasakan rontaan anak, kalau sudah berhenti berikanlah suatu pujian sambil tetap dipegang dengan genggaman yang agak longgar tapi waspada.Apabila masih terjadi rontaan,ulangi dari awal,sampai anak benar-benar tenang.

Catatan :

Anak harus benar-benar “terkunci” dan jangan ada peluang lolos sekalipun tangan dan kakinya agar anak benar-benar “takluk” dalam keadaan tenang.

 

By: Yohana Bertha Damarwulan Siregar, S.Psi, M.Psi,Psikolog

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.